Kamis, 28 Mei 2009

PERAN MUSLIMAH DI ERA KEBANGKITAN



P

Ketika disebutkan kata ‘kebangkitan’, kadang-kadang secara otomatis tergambar dalam benak kita bahwa kebangkitan (an nahdhah) adalah kemajuan di bidang keilmuan, makin meningkatnya produksi, pesatnya perkembangan industri, canggihnya teknologi dan banyak penciptaan alat-alat yang mempermudah kehidupan. Hal itu terjadi karena adanya anggapan bahwa kebangkitan itu artinya kemajuan, berpindahnya masyarakat dan manusia dari suatu keadaan menuju keadaan lain yang lebih baik.


Dengan demikian sebagian orang beranggapan bahwa tiap negeri yang keadaan ekonominya makmur adalah negeri yang bangkit. Pengertian ini terbantah dengan fakta bahwa di sebagian besar negara-negara yang memiliki tingkat kemakmuran tinggi secara ekonomi, memiliki fasilitas kehidupan yang lengkap dan memiliki kehidupan yang mewah, namun keadaan yang sebenarnya negeri-negeri tersebut terbelakang, dan terpuruk.


Oleh karena itu kita harus mengetahui definisi kebangkitan, batasan maknanya, serta bagaimana peran muslimah.


Kondisi Umat Islam Saat ini

Sudah bukan rahasia lagi bahwa negeri-negeri muslim di seluruh dunia memiliki kekayaan alam yang berbeda-beda, Arab Saudi kaya akan minyak, Iran kaya akan uranium, Indonesia dengan aneka ragam barang tambang dan lain-lain. Namun sangat ironis ketika kita menyaksikan berbagai kesulitan dan keterpurukan dalam berbagai aspek kehidupan yang dialami oleh umat Islam.


Di Indonesia khususnya orang miskin tiap tahun mengalami peningkatan. Menurut data kemiskinan dari BPS tahun 2005 ada 35 juta orang miskin. Tahun 2006 meningkat menjadi 39 juta orang miskin. Tahun 2007 (Maret 2007) ada 37,17 juta orang miskin. Nampak ada penurunan 2,13 juta, tetapi ini tidak berarti ini kalau standar kemiskinan mengikuti standar Bank Dunia, maka orang yang dikatakan miskin adalah yang berpenghasilan kurang dari 2 US$ perkepala perhari. Ini berarti di Indonesia ada 110 juta orang miskin.

Harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi tak terjangkau rakyat miskin, sekolah makin mahal sehingga hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang punya uang, pelayanan kesehatan juga sulit didapat dan lain-lain yang serba terpuruk.


Masih banyak permasalahan lain yang tidak kunjung ada penyelesaian. Hal ini menyebabkan kondisi masyarakat semakin terpuruk. Kebanyakan masyarakat hanya bisa berpasrah menerima kenyataan ini.

Di lain pihak kaum muslimah nampak marak menggunakan kerudung keluar rumah, acara sinetron dengan artis wanita yang berkerudung dan bertema Islam, kaum muslim ramai-ramai datang ke majlis dzikir, kaset-kaset dan CD nasyid makin laris. Apakah fenomena ini menunjukkan kebangkitan?


Kebangkitan Yang Benar (shahih) dan Yang Salah (khatha’)

Dalam kitab Hadits ash Shiyam didefinisikan bahwa kebangkitan (an nahdhah) adalah meningkatnya taraf berpikir (irtifa’ al fikri) seseorang atau suatu bangsa. Peningkatan taraf berpikir itu akan diperoleh jika suatu umat atau bangsa memeluk ide atau pemikiran yang satu, pemikiran yang paling mendasar dan menyeluruh yang mampu menggerakkan akal dan jiwa manusia, yaitu ’ideologi’ atau ’aqidah’. Itu berarti kebangkitan yang benar harus bersumber dari ideologi (aqidah) yang benar pula, yaitu yang memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia sehingga hati menjadi tentram. Aqidah ini benar-benar mampu menjawab seluruh persoalan kehidupan manusia dan dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja. Artinya aqidah ini dapat memberi jaminan kepada manusia untuk meraih kebangkitan yang benar.


Sebaliknya, ideologi yang dibangun dengan landasan aqidah yang salah tidak memiliki potensi untuk diterapkan karena tidak memuaskan akal dan tidak sesuai fitrah manusia. Contoh, ideologi sekularisme yang memisahkan agana dari kehidupan. Ini bertentangan dengan akal dan fitrah manusia, secara fitrah manusia hidup selalu bersama agamanya dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Juga halnya akal yang pasti menerima agama sebagai penuntun dalam kehidupannya. Ideologi komunisme menganggap ’tuhan tidak ada dan kehidupan hanya bersifat materi belaka’. Ini bertentangan dengan akal dan fitrah manusia. Padahal fitrah manusia secara alami mendorong untuk menghamba kepada Pencipta Yang Maha Pengatur. Demikian juga akal secara pasti menerima bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan adalah makhluk bagi sang Pencipta.


Jadi, aqidah yang tidak dapat memuaskan akal dan tidak sesuai dengan fitrah manusia bukanlah aqidah yang benar, rusak dan keliru. Dua ideologi (aqidah) tersebut telah berhasil menghantarkan pada kebangkitan yang tidak benar dan membawa manusia menuhankan hawa nafsu dan nalurinya, sedangkan akalnya tidak digunakan untuk berpikir. Allah SWT telah berfirman :


”Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau berpikir (memahami). Mereka itu tidak lain seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (QS. Al-Furqan [25] : 43-44).

Berbeda dengan Islam. Islam adalah sebuah ideologi yang memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Aqidahnya berasal dari Allah SWT yang telah diwahyukan kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Aqidah ini menetapkan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan adalah makhluk bagi Allah-Sang Pencipta. Allah SWT menurunkan aturannya untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan manusia, baik persoalan pribadi, masyarakat maupun negara. Agar aturan-aturan itu dapat memecahkan seluruh persoalan kehidupan, maka ideologi (aqidah) Islam harus diemban oleh negara yaitu khilafah. Di sinilah umat akan bangkit dengan kebangkitan yang benar.


Pelajaran Dari Rasulullah SAW

Kebangkitan hakiki umat Islam adalah kebangkitan umat Islam terdahulu. Lihatlah bangsa Arab! Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab disebut bangsa jahiliyah, mereka menyembah berhala-berhala yang mereka buat sendiri, berperang antar suku secara turun temurun hanya karena persoalan-persoalan sepele, mengubur hidup-hidup bayi-bayi perempuan mereka dan melakukan berbagai perbuatan jahil lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.

Ketika Rasulullah SAW diutus untuk membangkitkan mereka dengan membawa risalah Islam, beliau menyeru manusia kepada aqidah Islam. Ini tidak lain berarti menyeru kepada suatu pemikiran. Dan tatkala penduduk kota Madinah dari kalangan kabilah Aus dan Khadzraj dapat disatukan dengan aqidah Islam yaitu dengan suatu pemikiran, maka jadilah mereka memiliki arah yang menuntun kehidupan mereka. Kemudian pemerintahan Madinahpun diambil alih dan didirikan di atas dasar aqidah Islam. Rasulullah SAW bersabda :

”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ’laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah’, apabila mereka mengucapkannya, maka terpeliharalah darahnya, hartanya, kecuali ditumpahkan dan diambil dengan cara yang hak”.


Hadits ini menyeru pada suatu pemikiran, maka kebangkitanpundapat diraih di kota Madinah yang menjalar ke kawasan Arab dan selain Arab. Mereka mengambil pemikiran Islam, menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam setiap aspek kehidupan mereka baik dalam aspek ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan, kenegaraan dan sebagainya. Dan setelah Rasul SAW wafat dilanjutkan oleh Khulafa Ar-Rasyidin dan para khalifah berikutnya.


Keadaan itu mengubah bangsa Arab yang sebelumnya jahiliyah menjadi bangsa yang paling maju di dunia dalam berbagai bidang. Kekhilafahan telah memimpin dunia selama berabad-abad lamanya.


Peran Muslimah

Kebangkitan shahih umat Islam dapat diwujudkan kembali dengan kembalinya umat Islam kepada aqidahIslam dan menerapkan Islam secara kaffah dalam sebuah kekhilafahan yang akan memimpin dunia.


Kaum muslimah adalah bagian dari masyarakat yang juga memiliki peran menuju kebangkitan yang shahih. Sejak masa Rasul SAW para muslimah telah berperan dalam kebangkitan umat. Para muslimah telah mendapatkan beban dari Allah SWT- sang Pencipta untuk mengembalikan penerapan Islam di seluruh muka bumi sebagaimana juga dibebankan kepada para lelaki. Allah SWT berfirman ;


”Dan orang-orang yang beriman, lelaki, dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah [9] : 71)


Melihat fakta bahwa 52% dari jumlah penduduk dunia adalah perempuan dan mereka semua terbeban kewajiban yang sama untuk mengemban ideologi Islam dan mengembalikan penerapannya di seluruh muka bumi. Maka perlu adanya upaya yang serius dalam membina mereka. Pembinaan bukan sekedar taklim seperti model sekolahan, tetapi memiliki target yaitu membentuk kerangka berpikir dan berpola sikap Islam. Oleh karena itu peluang pembinaan apabila ditangani oleh pengemban dakwah muslimah. Hal ini memungkinkan pemantauan intensif terhadap perkembangan kepribadian Islam yang dibentuk dalam pembinaan serta memudahkan pengarahan, menyelesaikan masalah serta meramu potensi yang terkait peran muslimah menuju kebangkitan.


Mendakwahkan Islam bersama sebuah kelompok dakwah bukanlah untuk memperjuangkan kemenangan perempuan. Mengemban ideologi Islam sesungguhnya memperjuangkan tegaknya syariat Islam yang telah terbukti mampu menyelesaikan problematika kehidupan manusia laki-laki maupun perempuan, muslim maupun non muslim. Oleh karena itu perjuangan muslimah di sektor publik (di luar rumah) tidak memisahkan diri dan bersaing dengan perjuangan kaum muslim seluruhnya, melainkan bahu membahu menuju cita-cita melanjutkan kehidupan Islam.


Perjuangan muslimah juga bukan dalam rangka memposisikan perempuan sebagai penguasa, karena hukumnya haram. Muslimah terjun dalam kancah dakwah membina keluarga dan muslimah lainnya, menggalang opini umum tentang Islam untuk selanjutnya merindukan pengaturan masyarakat berdasarkan syariat Islam. Setiap muslim yakin bahwa perjuangan yang demikian sesuai dengan contoh Rasul SAW dalam mengemban dakwah menuju kebangkitan.


Peran muslimah dalam dakwah telah diwajibkan sejak masa Rasul SAW. Para muslimah menunjukkan kesungguhannya kepada Rasul SAW dalam memahami Islam, mereka meminta satu hari khusus kepada Rasul SAW untuk mereka menuntut ilmu Islam. Dari Abu Said al Khudri dia berkata bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah dan berkata, ” Ya Rasulullah, kaum pria telah membawa haditsmu maka mohon sediakan untuk kami suatu hari dari waktumu”. Rasulullah menjawab,” berkumpullah kalian hari ini, hari ini”. Maka berkumpullah mereka dan Rasulullah mendatangi mereka. (HR. Bukhari-Muslim).


Tercatat banyak muslimah yang keluar rumahnya untuk mendapatkan pemahaman Islam, misalnya Asma’ istri Zubair bertanya tentang bersedekah kepada suami juga tentang berbuat baik kepada ibunya yang musyrik. Sekalipun suaminya bisa saja menanyakannya kepada Rasulullah, namun Asma’ diijinkan suaminya untuk bertanya langsung. Asma’ binti Abu Bakar pun aktif menyampaikan pemahaman Islam yang diperolehnya dari Rasulullah.


Demikian pula ummul mukminin, istri-istri Rasulullah saw telah menjadi tempat bertanya para sahabat tentang Islam, diantaranya riwayat berikut, dari Anas bin Malik dia berkata, ”Datang tiga rombongan (laki-laki) ke rumah istri-istri Rasulullah untuk menanyakan ibadah Rasulullah SAW...”. (HR. Bukhari-Muslim).


Amar ma’ruf nahi munkar juga dilakukan oleh para muslimah di masa kejayaan Islam. Tercatat Ummu Darda’ menkritik Khalifah Abdul Malik bin Marwa ketika mengutuk pelayannya karena agak lambat melaksanakan perintahnya. Ummu Darda’ berkata, ’Rasulullah SAW bersabda bahwa ”orang-orang yang suka mengutuk tidak akan mendapat syafaat dan tidak bisa menjadi saksi pada hari kiamat...” (HR. Muslim).


Para muslimah di masa Rasul juga ikut berperan dalam politik, diantaranya muslimah yang ikut hijrah ke Habasyah. Keikutsertaan mereka dalam hijrah ini merupakan bagian dari strategi politik Rasulullah untuk menyegerakan tegaknya Islam. Demikian pula keikut sertaan muslimah hijrah ke Madinah dan baiatnya para muslimah kepada Rasulullah sebagai kepala negara.


Keterlibatan muslimah dalam peperangan (jihad) menunjukkan semangat berkorban yang tinggi demi kemenangan ideologi Islam. Tercatat Ummu Salith yang menjahit geribah air dan membawanya dalam perang Uhud (HR. Bukhari). Aisyah dan Ummu Sulaim sibuk memberi minum prajurit yang kehausan dalam perang Uhud (HR. Bukhari-Muslim).


Peran muslimah di sektor publik yang diwajibkan oleh Allah SWT adalah peran dakwah melanjutkan kehidupan Islam. Peran ini mewajibkan amal dakwah yang beragam, mulai dari menuntut pemahaman Islam sebagai bekal mengemban Islam, membina umat dengan membentuk pemikiran dan perasaan Islam, mengarahkan dakwah untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, terutama dari para pembesar yang berpengaruh terhadap kebijakan suatu negeri hingga nanti jika Kekhilafahan telah tegak kembali peran ini tetap dijalankan, termasuk mengoreksi penguasa agar selalu berpegang teguh pada ideologi Islam dalam pemeliharaan urusan umat dalam dan luar negeri. Peran publik wajib disempurnakan seiring dengan peran domestik muslimah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.


Penutup

Muslimah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari umat Islam. Umat Islam yang saat ini berada dalam keterpurukan, jika mereka menghendaki kebangkitan mau tidak mau harus menjadikan aqidah Islam sebagai asas yang menjadi arahan kehidupan mereka. Di atasnya dibangun pemerintahan dan kekuasaan. Kemudian menyelesaikan seluruh problematika kehidupan mereka dengan hukum-hukum yang terpancar dari aqidah tadi. Yaitu dengan hukum-hukum syara’ sebagai bagian dari perintah dan larangan Allah. Bukan dengan anggapan lainnya. Jika ini yang dijalankan, maka kebangkitan yang shahih pasti akan muncul. Umat Islam pun mampu menggapai puncak kegemilangannya kembali, meraih kembali kepemimpinan internasional yang kedua kalinya.


Peran muslimah tidak bisa dikesampingkan untuk menuju pada kebangkitan, karena sepanjang sejarah Islam para muslimah pun ikut berperan sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Jika peran ini dijalankan, insya Allah kebangkitan yang shahih akan segera terwujud. Wallahu ’alam bi ash shawab.

Senin, 13 April 2009

Orang Yang Paling Rugi

Katakanlah, "Maukah kalian Kami beritahu ihwal orang-orang yang paling merugi karena perbuatannya? Mereka itulah yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat baik."
(QS Al Kahfi [18] : 103 - 104)